Jumat, 02 Juli 2010

cerbung IC : satu hati_part13

“Ag, udah siap belum?” tanya Gabriel.
“Duh, masih deg-degan kak..”
“Tarik nafas dalem-dalem..” kata Gabriel. Agni menarik nafas berkali-kali.
“Aku buka ya..” kata Gabriel.
“Ntar dulu! Aduuhh.. Agni masih grogi nihh..” Agni memegang lengan Gabriel.
“Nggak apa-apa, kan ada aku. Kita hadapin semua berdua.” Gabriel menggenggam tangan Agni. Agni mengangguk.
“Jadi, aku buka ya..” kata Gabriel lagi. Agni mengangguk dan memejamkan matanya. Jangtungnya berdetak kencang. Perlahan-lahan terdengar bunyi ‘CKLEK’, lalu hening. Agni membuka matanya dan terkesiap melihat ruangan besar yang terang dengan cat krem yang elegan. Lampu gantung indah menghiasi langit-langit. Lantai marmer di bawah kakinya berkilauan. Agni menelan ludah.
“Agni jadi makin grogi, nih.” katanya. Gabriel tersenyum.
“Tenang aja, mamaku nggak gigit kok. Dijamin kamu pulang selamat sentosa!” kata Gabriel.
“Semoga..” kata Agni pelan dari belakang punggung Gabriel. Gabriel tertawa. Hari ini Gabriel mengajak Agni ke rumahnya untuk dikenalkan pada mamanya. Atau mungkin lebih tepatnya ‘memaksa’ bukan ‘mengajak’. Gabriel protes karena Agni belum kenal dengan mamanya, ataupun main ke rumahnya. Padahal dia udah berkali-kali main ke rumah Agni dan sudah kenal dengan orang tuanya, bahkan akrab dengan kakaknya. Jadi hari ini, Gabriel memaksa Agni agar datang ke rumah.
“Kakak! Nia tunggu dari tadi.” seorang gadis mungil muncul dari balik pintu. Gabriel merentangkan tangan dan memeluk gadis cilik itu.
“Hei putri kecilku, mama ada?” tanya Gabriel.
“Ada, lagi di atas.” gadis itu memandang Agni dan tersenyum. Agni membalas senyumannya.
“Kakak keatas dulu, kamu temenin dia disini, ya.” Gabriel menepuk kepalanya pelan dan melangkah pergi.
“Kakak pasti kak Agni!” katanya dengan nada riang. Agni tersenyum kecil.
“Iya, kok adik tau?” tanyanya.
“Kak Gabriel selalu cerita soal kakak. Katanya kakak itu cantik, baik, pinter, jago main gitar, bisa main basket lagi! Tiap malem kalo Tania lagi ke kamarnya, kak Iel pasti lagi ngeliatin foto kakak!” katanya polos. Agni tersenyum sendiri mendengarnya. Kalau dilihat, Tania memang mirip kak Gabriel.
“Wah, maaf ya jadi nunggu lama.” terdengar suara yang halus dan berwibawa dari belakang. Seorang wanita cantik dan semampai menuruni tangga. Pakaiannya elegan dan sepatunya yang berhak tinggi berbunyi ‘tak-tok-tak-tok’ di lantai marmer terdengar merdu. Gabriel mengikutinya sambil tersenyum. Tania langsung meghampiri wanita itu.
“Mammaa...” panggilnya manja. Wanita itu tersenyum, cantiikk sekali.
“Saya Nita, mamanya Gabriel. Kamu pasti Agni, Gabriel sering cerita soal kamu.” sapanya sambil tersenyum cantik. Agni hanya bisa tersenyum.
“Iya, tante..” katanya dengan suara yang sedikit bergetar. ‘Sekarang gue tau darimana Gabriel dapet tampang innocent kayak gitu!’ batinnya.
“Sesuai ceritanya, kamu memang manis.” pujinya. Agni tersipu malu. Dipuji manis oleh wanita secantik ini, mimpi apa gue semalem?!!
“Makasih tante, tapi Agni biasa aja.”
“Wah, malu-malu ya. Lucu banget, deh.” dia tertawa. Suara tawanya sangat renyah, enak didengar. “Tapi maaf ya, tante nggak bisa lama-lama. Ada rapat di kantor yang nggak bisa ditinggal.” sambungnya. Gabriel menyela.
“Tapi kan mama udah janji nggak kerja hari ini. Agni udah dateng jauh-jauh, ma.”
“Nggak apa-apa, kak. Kalo emang penting mendingan jangan ditinggal.” kata Agni.
“Tuh, Agni aja nggak masalah. Kok kamu yang repot, sih.” kata tante Nita. “Tante pergi dulu, ya. Nggak baik ngebuat orang-orang nunggu lama. Kamu santai dulu aja sama Gabriel, atau main sama Tania kalo mau.” katanya mengusap lengan Agni dan berjalan pergi.
“Huuhh! Kebiasaan deh, selalu ninggalin orang seenaknya!” gerutu Gabriel.
“Udahlah, kak. Hal kayak gini nggak usah dibawa repot.” kata Agni. Gabriel melirik Agni dan tersenyum jail.
“Iya, ya. Kan kita jadi bisa berdua..” Gabriel merangkul Agni. Bulu kuduk Agni berdiri. Agni langsung melepas rangkulan Gabriel.
“Jangan macem-macem, deh! Agni laporin kak Riko, nih!” ancamnya.
“Laporin aja, kita kan lagi di rumahku.” ucap Gabriel masih usil. Agni cemberut. Gabriel tertawa terbahak-bahak.
“Bercanda kok, bercanda! Jangan ngambek gitu, dong..”
“Jangan kayak gitu lagi! Nyebelin!”
“Iya.. iya cantiikk...” kata Gabriel. Agni teringat sesuatu.
“Hari ini bukannya hari Minggu, ya?” tanyanya. Gabriel melirik.
“Iya, kenapa?”
“Kakak nggak ke gereja? Agni nggak pernah ngeliat kakak ke gereja, deh.” tanyanya. Gabriel bungkam.
“Kak..?”
“Kak Iel nggak pernah ke gereja.” ucap Tania polos. Agni menoleh ke Tania.
“Kenapa?” tanyanya.
“Sejak ayah meninggal kak Iel nggak mau ke gereja lagi. Kakak marah sama Bunda Maria.” jelasnya. Agni kaget dan langsung menoleh ke arah Gabriel yang membelakangi mereka.
“Kenapa kak..”
“Nggak usah bahas soal itu. Itu bukan urusan kamu.” ucap Gabriel tajam. Agni tersentak, ini pertama kalinya Gabriel bersikap dingin padanya.

***

Gabriel baru menaiki tangga waktu namanya dipanggil.
“Gabriel..” Gabriel berhenti dan menghampiri mamanya.
“Kenapa, ma?” tanyanya.
“Duduk sini. Mama mau ngomong sama kamu.” tante Nita menunjuk sofa di depannya. Gabriel duduk.
“Anak yang bernama Agni itu pacar kamu, kan?” tanyanya.
“Iya, ma.” jawab Gabriel.
“Anak yang cantik, polos, sopan dan kelihatannya baik. Tania ngomongin dia terus dari tadi. Katanya dia ngajarin Tania main gitar, ya?” katanya. Gabriel tersenyum.
“Iya, Tania minta diajarin main gitar. Walaupun banyakan bercanda dari pada belajarnya.” Gabriel tersenyum lagi.
“Punya bakat bermusik juga. Dia jauh lebih baik dari semua cewek yang pernah kamu deketin, yang kebanyakan cuma bisa dandan. Kamu pinter cari pacar kayak dia.” pujinya. Gabriel tersipu malu.
“Yaah.. itu kan..”
“Putusin dia.” kata-kata tante Nita tajam dan menusuk. Gabriel tersentak.
“Put.. apa?!”
“Mama bilang putusin dia. Dia nggak pantes buat kamu.” ucapnya. Gabriel menatapnya tidak mengerti.
“Ma, tadi mama bilang dia baik, kenapa sekarang disuruh putus?! Apanya yang nggak pantes, ma?” tanya Gabriel.
“Harusnya kamu sudah tahu. Pertama, dia bukan dari kalangan kita. Kamu adalah seorang Gabriel Stevent Damanik! Kamu pewaris tunggal perusahaan kita yang sudah bertahan selama 50 tahun! Salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia. Kamu seharusnya bersanding dengan perempuan yang sederajat dengan kamu, dari kelas A. Bukan dengan anak seorang guru di kelas Z!” jelas mamanya. Gabriel terkekeh.
“Oh, derajat ya? Kenapa semua orang selalu ngeributin soal harta! Ini uang, itu uang! Kesini saham, kesana saham! Gabriel muak, ma! Gabriel bosen hidup kayak gini! Dari SMP Gabriel selalu diajarin bagaimana cara menjadi pemimpin perusahaan yang baik padahal Gabriel nggak pernah minta. Gabriel nggak pernah mau itu semua! Harta mungkin bisa ngebeli semua, tapi bukan hati Gabriel. Bukan perasaan sayang dan cinta Gabriel ke Agni. Nggak peduli siapa dia, yang Gabriel mau cuma dia dan akan selalu dia! Hal itu nggak akan pernah berubah. Mama harus inget itu.” Gabriel berdiri dan melangkah pergi.
“Kalian nggak mungkin bersatu. Nggak akan pernah bisa.” kata tante Nita. Gabriel berhenti.
“Kenapa nggak? Nggak ada yang nggak mungkin.”
“Pikirkan Gabriel, jalan kalian berbeda. Apa yang kalian yakini, semua berbeda.” katanya. Gabriel mengerutkan kening.
“Maksud mama?” tanyanya.
“Gabriel, kamu adalah seorang kristiani. Sedangkan dia..” tante Nita tidak meneruskan kata-katanya. Gabriel seperti tersengat listrik. Kata-katanya begitu menusuk hati Gabriel. Halangan yang paling besar, yang paling sulit disangkal adalah kenyataan bahwa mereka memiliki keyakinan yang berbeda. Gabriel bukannya nggak tau hal itu, tapi dia begitu menginginkan Agni. Masa bodoh soal perbedaan mereka!
“Sebuah hubungan dengan keyakinan yang berbeda nggak akan pernah berhasil. Kamu tau itu. Jadi, cepat atau lambat kamu harus memutuskan hubungan kalian. Sebelum kalian terlibat terlalu jauh.” tante Nita memegang pundak Gabriel. Gabriel menepisnya.
“Nggak..” kata Gabriel sambil menunduk. Tante Nita menghela napas.
“Gabriel..”
“Nggak..” Gabriel masih menunduk.
“Sayang..” tante Nita memegang wajahnya dan terkejut ketika melihat mata Gabriel yang merah.
“Nggak! Sampai kapan pun Gabriel nggak akan ngelepas Agni! Gabriel nggak mau, Gabriel nggak mau kehilangan dia! Gabriel nggak mau!!!!” Gabriel berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Tante Nita hanya menatapnya dari jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar