Cakka mondar-mandir di kamarnya. Sudah jam 4 tapi Agni belum pulang juga. Berkali-kali Cakka telfon tapi hp-nya mati.
“Kemana lagi tuh anak! Udah gue bilang langsung pulang!” gerutu Cakka. Setelah 15 menit tambahan mondar-mandir, bel rumahnya berbunyi. Cakka membuka pintu.
“Cakkaa!! Udah sehat?” Agni melompat ke arah Cakka. Cakka bengong sebentar. Mukanya berubah seketika.
“Dari mana aja loeeeeeee????!!!!!!” teriak Cakka sekuat tenaga. Sekarang gantian Agni yang bengong. “Gue kan udah bilang langsung pulang! Kenapa jam segini baru sampe?!”
“Semangat banget, loe pasti udah sembuh.” Agni meraba kening Cakka. “Iya, udah nggak panas. Berarti besok loe udah bisa sekolah.” lanjutnya. Cakka baru mau bicara waktu Gabriel muncul di belakang Agni.
“Hai, gimana kabar loe?” tanyanya. Cakka langsung diam dan menoleh ke Agni.
“Ngapain dia disini?” tanyanya ketus.
“Jangan asem gitu, dong. Gue bilang sama dia loe sakit, trus kak Gabriel mau nganterin gue pulang, sekalian jenguk loe katanya. Dia juga bawa oleh-oleh.” kata Agni sambil nunjuk bungkusan yang dibawa Gabriel. Gabriel menyerahkan bungkusan yang dibawanya.
“Agni bilang loe suka kue, jadi gue beliin kue coklat buat loe.” kata Gabriel. Cakka diam dan mengambil bungkusan itu.
“Nah, gitu dong. Jangan berantem mulu. Kalian duduk dulu, gue bikin minum dan nyiapin ini.” Agni mengambil kue dari tangan Cakka dan meninggalkan mereka berdua. Cakka memandang Gabriel sinis.
“Loe nggak usah sok baik sama gue.”
“Maksud loe?” tanya Gabriel.
“Loe tau banget maksud gue. Gue tau niat loe, loe mau ngambil Agni dari gue. Dan gue kasih tau, sampai kapanpun kita nggak bakal bisa dipisahin.” katanya dengan nada sinis. Gabriel tersenyum.
“Jangan kepedean, satu-satunya alasan gue kesini cuma buat Agni, bukan mau manis-manis di depan loe. Selama ini emang nggak ada orang yang bisa misahin kalian berdua. Berarti gue orang pertama yang bakal ngebuktiin kalo itu salah.” jawab Gabriel nggak kalah sinis.
“Pergi loe dari sini. Gue nggak mau orang kayak loe masuk ke rumah gue.” usir Cakka.
“Dengan senang hati.” Gabriel mundur dan pergi. Agni keluar.
“Loh? Kak Gabriel mana?” tanya Agni.
“Eh, iya tadi dia pamit duluan. Ada urusan katanya.”
“Ooh.. yaudah masuk yuk. Gue laper nih!” Agni menarik tangan Cakka.
“Iya..iya..sabar dikit napa!”
***
Agni sedang makan dengan Cakka waktu Zevana berlari menghampirinya.
“Agnii!!!” Cakka dan Agni menoleh.
“Kenapa loe, Ze? Kayak dikejar hantu gitu..” ledek Cakka.
“Diem, loe. Gue perlunya sama Agni.” katanya ngos-ngosan. Cakka ketawa. “Ag, loe dipanggil.”
“Sama siapa?” tanya Agni.
“Sa..sama..sama OSIS. Loe disuruh ke hall sekarang. Ditunggu buat audisi.” kening Agni berkerut.
“Audisi apaan?” tanya Cakka yang mulai serius.
“Audisi drama!” kata Zevana.
“Tapi gue kan nggak daftar?! Mana bisa gue dipanggil?”
“Gue juga nggak tau, gue tau loe nggak daftar makanya gue udah bilang sama mereka, tapi katanya mereka pengen ngeliat akting loe. Penampilan loe kan oke banget tuh waktu hari ibu, jadi mereka penasaran. Tanya aja anak-anak sekelas, mereka juga pada heran.” jelas Zevana.
“Tapi kan..”
“Tapinya kapan-kapan aja deh.. loe mendingan kesana dulu sekarang. Udah ditungguin tau!” Zevana menarik tangan Agni dan meninggalkan Cakka sendiri.
“Pasti ada yang salah..” kata Agni di sepanjang koridor.
“Yang penting loe udah audisi, kalo akting loe jelek juga nggak mungkin mereka make loe. Pengumumannya besok, paling yang dapet peran utama juga Sivia.” kata Zevana santai. Dia baru saja mengantar Agni audisi.
“Emang kenapa?”
“Dia itu ratunya akting SMA Idola. Dia udah dapet banyak penghargaan di banyak lomba nasional. Tahun lalu temanya Cinderella, dia jadi pemeran utamanya dan dramanya sukses. Tapi kebanyakan murid disini nggak suka sama dia.”
“Kenapa?”
“Dia cantik, kaya, jago akting, tapi sombong. Dia nggak suka kalah dan suka main curang.”
“Ooh..” kata Agni singkat. Zevana meliriknya.
“Loe nggak tau soal itu?” katanya. Agni menggeleng. Zevana menatapnya nggak percaya.
“Loe hidup di purba mana sih??!”
***
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
“Tenang Siv, tenang.” Angel menenangkan.
“Nggak mungkin!! Nggak mungkin!!!!”
“Pasti ada yang salah, Siv! Nggak mungkin loe kalah!” kata Shilla. Murid-murid berkumpul di depan mading. Hari ini hasil audisi untuk acara drama di umumkan. Ada yang bersorak kegirangan dan ada juga yang menuduk lemas. Agni dan teman-temannya menghampiri kerumunan murid di depan mading.
“Ada apaan sih, Vin? Rame banget.” tanyanya pada Alvin, teman sekelas Cakka.
“Wah, yang ditunggu dateng juga!” katanya agak berteriak. Murid yang lain langsung melihat Agni.
“Siapa yang ditunggu?”
“Selamat ya, Ag!” Deva menyelamatinya. Agni bingung.
“Selamat kenapa?” tanya Rahmi.
“Kalian nggak tau?” kata Alvin. Mereka menggeleng.
“Loe dapet peran utama, Ag!” kata-kata Alvin membangunkannya. Agni langsung menerobos kerumunan dan membaca pengumuman di mading. Tulisan di atas kertas menyebutkan :
HASIL AUDISI DRAMA MUSIKAL
ALICE IN THE WONDERLAND
Alice : Agni Tri Nubuwati – 10Z
Kelinci : Ahmad Fauzi Adriansyah – 10D
Ratu : Sivia – 11A
................. : ................................................
................. : ................................................
................. : ................................................
Agni terbelakak melihat namanya ada disitu. Mana mungkin? Gue aja nggak pernah daftar!
“Wah, loe beneran jadi Alice.” kata Oik takjub.
“Hebat loe!” puji Zevana.
“Kamu anak kelas Z pertama yang berhasil jadi pemeran utama loh! Selamat ya!” Angel tersenyum senang. Sivia dan Shilla memandang Agni sinis.
“Anak kampungan begini yang jadi Alice? Nggak ada pantes-pantesnya.” kata Shilla.
“Loh, kenapa? Dia kan manis. Nanti kostumnya biar aku yang buat, ya! Modelnya yang manis.. pasti cocok di badan mungil kamu.” kata Angel semangat. Shilla nempeleng kepala Angel.
“Aduh!”
“Loe mihak siapa, sih?! Anak kampungan kayak gini aja loe urusin! Pasti dia masang peletnya kuat, deh.”
“Eh, jaga tuh mulut! Temen loe aja yang udah nggak ‘seger’ lagi. Ngeliat mukanya aja bikin butek tau!” Zevana sewot.
“Kurang ajar loe..”
“Shil, biarin aja. Kita kasih kesempatan yang kecil buat maju.” potong Sivia dan menghampiri Agni. “Itu pun kalo dia bisa.” katanya sambil tersenyum mengejek dan pergi.
“Sirik aja, sih!” kata Zevana.
“Tau, Agni kan udah kepilih.” sambung Oik.
“Akhirnya loe kepilih juga, kan? Loe sih orangnya cuek aja, kalo loe nggak nyoba, kemampuan loe nggak bakalan keliatan.” kata Gita. Agni melirik Gita, tiba-tiba semuanya jadi jelas.
“Jadi loe yang masukin nama gue buat audisi??!” tanya Agni nggak percaya. Gita nyengir. Jari tengah dan telunjuknya membentuk ‘V’.
“Abis gue gemes sih, ngeliat loe yang cuek bebek gitu. Jadi gue masukin aja nama loe.”
“Giiiiiiiiiittttaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
***
“Loe nggak bisa lari.” kata Cakka dari balik jendela kamarnya. Seperti biasa, malam ini pun mereka ngobrol dari balik jendela kamar masing-masing. Agni yang duduk di ambang jendela menghela napas.
“Trus gimana? Masa gue harus ikut drama? Loe tau sendiri gue nggak bisa akting. Naskahnya udah dikasih lagi.”
“Ya, gue tau. Satu-satunya yang loe bisa kan cuma makan.” kata Cakka. Agni menimpuknya dengan bantal dan tepat kena muka Cakka.
“Tuh kan, dibilang gitu marah. Loe tuh terlalu ngerendahin diri sendiri. Selalu bilang ini nggak bisa, itu nggak bisa. Padahal loe punya bakat yang nggak semua orang punya. Loe cewek 15 tahun yang jago basket, pinter main gitar, suara bagus, jago olahraga, meskipun nilai loe rata-rata 7, tapi sayang kalo kelebihan loe nggak dimanfaatin.” jelas Cakka dan melempar kembali bantal Agni. Agni menangkapnya.
“Tapi akting? Bukan gue banget.”
“Pake dress atau rok pendek juga bukan loe banget, tapi tetep loe lakuin kan?” kata Cakka sambil melahap snack-nya.
“Pake dress kan sementara, rok juga cuma kalo di sekolah.”
“Trus? Akting juga cuma semalem kan?”
“Loe yakin gue bisa?” tanya Agni. Cakka mengangguk pasti.
“Pasti berhasil! Gue yakin.” Agni menghela napas.
“Gue coba dulu deh.” katanya pasrah. Cakka tersenyum.
“Gitu, dong!” Cakka mengambil kertas dan spidol lalu menyerahkannya ke Agni.
“Apaan nih?”
“Tanda tangan. Kalo loe udah jadi artis pasti susah dapetin tanda tangan loe. Makanya gue minta sekarang.” kata Cakka. Agni tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar