Jumat, 02 Juli 2010

cerbung IC : satu hati_part9

“Cak.. Cakka!” Agni memanggil Cakka. Cakka berbalik.
“Kenapa loe nggak bilang dulu sama gue?!”
“Gue.. gue nggak bermaksud..”
“Gue kira loe bener-bener sahabat gue! Sahabat nggak kayak gini, Ag!”
“Maaf.. gue kira loe pasti marah besar sama gue kalo loe tau soal ini. Makanya..” Agni menunduk.
“Iya! Gue emang marah banget sama loe sekarang! Gue mungkin nggak setuju, tapi gue nggak akan ngelarang apapun yang loe mau! Kalo itu keputusan loe, gue hargain semua! Tapi ternyata loe nggak ngehargain gue sama sekali!” bentak Cakka. Agni terdiam.
“Ma.. maafin gue Cak..” semuanya berantakan. Dia udah kehilangan cintanya, apa sekarang dia harus kehilangan sahabatnya juga? Cakka memandang Agni. Hatinya miris melihat gadis di depannya tertunduk menyesal. Cakka luluh, dia memeluk Agni.
“Sori.. gue jadi marah-marah sama loe.” kata Cakka. Agni menggeleng. Cakka mengelus-elus rambutnya lembut.
“Kalo loe nggak suka, gue bisa bilang sama kak Gabriel..”
“Apa loe bener suka sama dia?” Cakka memotong omongan Agni. Agni mengangguk.
“Lebih dari perasaan loe sebelumnya?” tanya Cakka. Agni terdiam. Cakka tersenyum.
“Nggak usah loe jawab. Kalo loe yakin sama dia, nggak usah bilang apa-apa. Jalanin aja hubungan kalian.”
“Tapi loe..”
“Jangan pikirin gue. Yang bikin loe seneng, apapun itu, akan gue kasih asal bisa liat senyum loe lagi.” kata Cakka. Agni tersenyum.
“Gitu dong..”

***

Shilla berlari-lari menuju kelas.
“Siv! Sivia!!” teriaknya.
“Apaan, sih? Berisik banget.” protes Sivia yang lagi main hp. Shilla ngos-ngosan.
“Loe udah denger kabar belum?!”
“Kabar apaan?” tanya Sivia tanpa berpaling dari hp-nya.
“Gabriel! Gabriel!” mendengar nama Gabriel, Sivia langsung berhenti.
“Kenapa Gabriel?”
“Gabriel jadian sama Agni!!!” Shilla setengah teriak. Mata Sivia terbelakak.
“Apaaaaaa?????!!!!! Gabriel jadian sama anak kampung itu??!!” teriak Sivia.
“Iya!! Gue dapet kabarnya dari anak-anak, katanya mereka sering ngeliat Gabriel sama Agni bareng. Pas ditanya, kata temen-temennya dia udah jadian sama Gabriel!”
“Anak kampung itu!! Dia udah ngerebut peran utama dari gue, sekarang dia mau ngerebut Gabriel dari gue juga!! Nggak akan gue biarin!”

***

Cakka merebahkan diri di kasur. Badannya terasa lelah, pikirannya jenuh. Hatinya perih begitu tahu Agni pacaran dengan Gabriel. Selama 7 tahun ini dia nggak mau pisah dari Agni. Cakka nggak pernah berani menyatakan perasaannya karna takut Agni menjauhinya, akibatnya dulu dia hampir saja kehilangan Agni karna seseorang. Tapi kali ini...
Cakka mengambil fotonya dan Agni di atas meja dan menatapnya.
“Apa loe nggak bisa ngerasain perasaan gue ke loe, Ag? Selama ini gue selalu bertahan ada di samping loe, kenapa loe nggak bisa ngerasain itu semua?” kata Cakka lirih. Matanya berembun, Cakka menatap dinding kamarnya yang hampir dipenuhi oleh foto-foto Agni. Foto mereka sejak kelas 3 SD sampai sekarang. Diambilnya notes dari dalam laci dan mulai menulis.

‘Cinta itu bahagia tapi menyakitkan’..
Saat kita mencintai kita bahagia, saat kita cemburu kita terluka
Kata orang, ‘cinta itu tak harus memiliki’..
Itu BOHONG !!
Semua orang ingin memiliki bahkan terkadang merasa harus memiliki
‘Dengan melihat orang yang dicintai bahagia kita pun ikut bahagia’..
BOHONG!!
Kita hanya pura-pura bahagia..
Disaat hati kita sakit, itu mengajarkan kita untuk menjadi munafik
‘Lebih bahagia dicintai dari pada mencintai’..
SALAH!!
Saat dicintai kita hanya merasa bangga..
Namun saat mencintai kita dapat merasakan arti bahagia..

Cakka berhenti menulis saat mendengar ketukan di jendela kamarnya. Dibukanya tirai kamar dan terlihat sosok gadis yang selama ini dicintainya tersenyum manis dari balik jendela.
“Nyokap gue bikin puding, dari pada makan sendiri mendingan makan sama loe aja. Loe belom mau tidur, kan?” kata Agni yang menyodorkan piring ke Cakka. Cakka tersenyum dan menutup notes-nya.
“Boleh gue makan semua, nih?” Cakka mengambil semua puding yang dibawa Agni.
“Eh, dasar maruk! Gue juga mau, Cakka! Balikin punya gue, dasar loe gembul, sini nggak!” Agni berusaha merebut piringnya dari tangan Cakka, tapi nggak sampai. Cakka tertawa dan melet-melet ke Agni. Agni cemberut. Cakka melompat ke beranda kamar Agni, menyendok puding dan menyuapinya.
“Sini, aaaa.....” Agni makan dari tangan Cakka.
“Gantian, gue yang nyuapin loe.” Agni menyuapi Cakka. Mereka berdua tertawa. Ada perasaan yang hangat di hati Cakka waktu melihat Agni tertawa. Cakka memandangi Agni. ‘Seenggaknya, gue masih bisa ada disamping loe sekarang.’
“Loe kenapa? Kok ngeliatin gue kayak gitu?” Agni membuyarkan lamunan Cakka. Cakka terus memandangi Agni.
“Gue cuma takut..” kata Cakka. Agni mengangkat alisnya.
“Ternyata loe bisa takut juga. Apa yang loe takutin?” tanya Agni.
“Gue takut nggak bisa kayak gini lagi. Nggak tau kenapa, gue ngerasa kebersamaan kita nggak akan lama.” Cakka menatap mata Agni. Agni terdiam dan menggenggam tangan dingin Cakka.
“Jangan ngomong kayak gitu, loe udah janji kalo kita akan sama-sama terus. Kita akan jadi sahabat selamanya.” kata Agni. Cakka miris mendengar kata ‘sahabat’ keluar dari mulut Agni.
“Gue takut kehilangan loe, Ag..” Cakka mempererat genggamannya.
“Gue nggak akan kemana-mana, loe nggak akan pernah kehilangan gue..” Cakka memeluk dan mempererat pelukannya di badan mungil Agni. Hari ini, detik ini, saat ini, Cakka ingin waktu terhenti sehingga dia bisa terus ada di samping gadis yang selama ini dicintainya, melihat indah tawanya, dan merasakan hangat peluknya, seperti sekarang.

***

Gabriel berlari-lari melintasi kerumunan orang. Hari ini hari Minggu dan harusnya dia janjian ketemu sama Agni di Dufan jam 10. Sialnya, Gabriel bangun kesiangan dan ban motornya kempes di jalan. Sekarang udah jam 11.45, Agni pasti udah bosen nungguin dia. Gabriel berjalan tersandung orang-orang yang berkunjung sambil matanya mencari sosok Agni. ‘Duh, kenapa di dufan harus banyak banget orang, sih?!’ gerutunya dalam hati.

Berkali-kali Agni melirik jam tangannya. ‘Udah hampir jam 12, kak Gabriel kemana sih? Masa dia lupa kalo kita janjian hari ini, kan dia yang ngajak jalan.’ kata Agni dalam hati. Agni meminum choco ice yang dipesannya. Saat sedang menunggu, ada seseorang yang duduk di kursi di depan Agni.
“Maaf, kursi itu udah ada yang..” kata-kata Agni terhenti begitu melihat sosok di depannya. Gambaran masa lalu kembali terlintas di pikirannya.
“Gue boleh kan duduk disini? Kursinya juga masih kosong.” katanya cuek. Agni cuma diam.
“Ngapain loe disini?” tanya Agni ketus.
“Jangan galak gitu, dong. Gue kesini bukan mau ngajakin loe perang, kok.”
“Terus apa urusan loe disini?”
“Emang nggak boleh? Gue kesini nemenin kakak gue yang lagi lomba. Kebetulan aja gue ngeliat loe.” katanya lagi. Agni memalingkan muka.
“Gue denger, loe udah jadian sama Gabriel?” tanyanya.
“Iya, emang kenapa?” kata Agni masih ketus.
“Loe harusnya nolak dia waktu..”
“Kenapa, sih?! Apa masalah loe?” Agni memotong omongannya.
“Dia cuma manfaatin loe doang, Ag! Gue tau itu. Dia nggak bener-bener sayang sama loe!”
“Jadi menurut loe, loe lebih baik dari dia?!”
“Ag, loe harus tau sebelum terlambat. Gabriel itu..”
“Gue kenapa?” mereka berdua menoleh. Gabriel berdiri di belakang mereka dengan terengah-engah. Agni langsung berdiri.
“Ag, dari tadi aku telfonin kamu kok nggak diangkat, sih?” tanya Gabriel. Agni mengambil hp-nya di saku celana. Ada tulisan ’10 missed call’ di layarnya. Semuanya dari Gabriel.
“Maaf kak, hp-nya aku silent.”
“Yaudah nggak apa-apa. Lagian sekarang juga aku udah ketemu kamu.” Gabriel tersenyum dan merangkul Agni.
“Ngomong-ngomong, ngapain loe disini, Yo?” tanya Gabriel pada Rio. Rio melirik Agni. Agni menunduk.
“Gue.. gue lagi nemenin kak Marcel lomba disini. Terus nggak sengaja ketemu sama Agni, kita ngobrol-ngobrol sebentar.” kata Rio.
“Iya, kak Rio nemenin aku tadi. Habis, kak Gabriel lama banget datengnya.”
“Sori, aku kesiangan bangun. Kamu nggak marah, kan?” kata Gabriel. Agni menggeleng.
“Jangan telat lagi.” katanya. Gabriel tersenyum dan mencubit pipi Agni yang tembem. Perlahan dada Rio mulai panas melihat mereka berdua.
“Iya, yuk jalan. Eh, makasih ya loe udah nemenin Agni.” kata Gabriel pada Rio. Rio hanya mengangguk pelan. Mereka berdua melangkah pergi. Sebelum jauh, Rio mendapati Gabriel menatapnya dengan tatapan sinis.


***

“Apa maksud loe?!” Gabriel mendobrak meja di depan muka Rio di dalam kelas waktu istirahat. Rio tersentak. Dayat yang melihat mereka berdua langsung menghampiri.
“Eh, eh, ada apaan nih?” tanya Dayat bingung.
“Gue tanya apa maksud loe ngomong kayak gitu ke Agni!” Gabriel berusaha memendam amarahnya. Dayat langsung mengerti arah pembicaraan mereka. Satu persatu anak-anak mulai masuk ke dalam kelas. Dayat menarik tangan Gabriel dan Rio keluar.
“Loe berdua ikut gue sekarang.” Dayat membawa mereka ke halaman belakang dekat lapangan basket. Jam istirahat, daerah ini sepi. “Sekarang jelasin masalahnya.”
“Orang ini..” Gabriel menunjuk Rio yang tetap tenang, “..dia berusaha ngancurin hubungan gue sama Agni!” teriak Gabriel. Dayat menatap Rio.
“Bener, Yo? Loe mau..”
“Kalo iya kenapa?” kata Rio tenang.
“Apa maksud loe mau bilang semua itu?!”
“Gue kayak gini biar dia nggak jadi salah satu dari banyak cewek yang udah loe sakitin! Sekarang loe boleh manis-manis dan manjain dia, tapi gue tau akhirnya loe bakal nyakitin dia juga! Gue nggak mau dia sakit lagi!” Rio melampiaskan semua amarahnya. Gabriel menatapnya.
“Oh, jadi sekarang loe mau sok jadi pahlawan?! Kurang ajar loe!” Gabriel mendorong Rio dan memukulnya. Rio yang nggak terima membalas pukulan Gabriel. Mereka saling pukul.
“Cukup, loe berdua cukup!!” Dayat melerai mereka. “Tahan emosi loe, Yel. Loe nggak boleh asal pukul. Dan loe Yo, loe nggak berhak ngomong apa-apa ke Agni..”
“Apa sih mau loe?! Loe mau pengakuan? Oke, gue akuin. Gue deketin Agni, dan jadian sama dia karna taruhan! Taruhan!” Gabriel mengatur emosinya. “Tapi itu dulu, sebelum gue kenal jauh sama dia. Tapi sekarang, gue serius. Gue bener-bener mau jadi cowok dia, gue mau jadi yang pertama dia inget, gue mau jadi satu-satunya orang di hatinya. Masa bodoh soal taruhan! Ambil semua uang gue kalo loe mau!” Gabriel mengeluarkan lembaran uang dari sakunya dan melemparnya ke Rio. Rio hanya diam.
“Jadi gue mohon sama loe, biarin gue tetep sama dia. Jangan bilang apapun, gue nggak mau kehilangan dia.” Gabriel memohon pada Rio. Rio bimbang. Di satu sisi, Agni adalah gadis yang selama ini dicintainya dan dia sendiri menginginkan Agni. Tapi di sisi lain, Gabriel adalah sahabatnya. Sebuah suara berbisik di hati Rio ‘Relakan Agni, apa loe tega ngeliat sahabat loe sendiri sakit?’ ‘Jangan biarin dia ngambil apa yang selama ini loe mau. Jangan biarin dia milikin Agni. Walaupun dia sahabat loe, bukan berarti loe harus ngalah, kan?’ bisik suara yang lain. Rio memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.


Shilla berlari-lari menuju toilet perempuan. Dilihatnya Sivia sedang menyisir rambut di depan cermin. Shilla langsung menariknya masuk ke salah satu pintu toilet yang terbuka.
“Apa-apaan sih, loe?! Masa masuk wc berdua? Jangan-jangan loe bosen sama Dayat terus berubah jadi lesbi lagi?? Hiii.....” Sivia bergidik.
“Terserah loe mau bilang apa, yang pasti gue punya kabar bagus buat loe.” kata Shilla semangat.
“Apaan?” tanya Sivia yang mulai tertarik. Shilla mengeluarkan sesuatu dan memperlihatkannya pada Sivia. Perlahan-lahan senyum Sivia mengembang. Shilla tersenyum puas.
“Loe emang temen gue yang paling cerdik!” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar