Sudah 3 minggu ini SMA Idola selalu ramai. Tiap pulang sekolah banyak anak yang berkumpul dan berlatih untuk memeriahkan ulang tahun sekolah yang ke 10. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Saatnya anak-anak pulang dan beristirahat. Agni sedang membereskan tasnya waktu Gabriel datang.
CKLEK! (gitu bukan ya bunyinya??)
“Apaan sih, kak.”
“Foto buat dokumentasi, dong. Pemeran utama harus di ekspos, nggak boleh ketinggalan satu momen pun. Ayo senyum..” Gabriel mengambil beberapa foto lagi. Agni tertawa.
“Sekarang beralih profesi jadi fotografer?” tanya Agni.
“Fotografer pribadi kamu.” katanya sambil mengambil foto.
“Wah, jadi tersanjung nih difoto sama artisnya SMA Idola. Bayarannya pasti mahal.”
“Agak mahal sih, tapi seimbang.”
“Apa?” tanya Agni. Gabriel tersenyum.
“Aku nggak minta harta, cuma minta hati kamu buat aku.”
“Waw, kalo ini sinetron ratingnya pasti tinggi.” canda Agni dan menggendong tasnya. Gabriel memegang tangannya.
“Aku serius.” Gabriel menatap mata Agni lekat-lekat. Agni terdiam. Jantungnya mulai berpacu.
“Aku cuma mau hati kamu buat aku. Aku sayang kamu, Agni.” kata Gabriel. Agni masih diam.
“Would you like to be my girl, please?” tanya Gabriel. Agni bimbang, nafasnya mulai sesak. Agni melepas tangannya dan pergi meninggalkan Gabriel.
***
Hari Minggu di rumah Gabriel..
“Jadi masih fifty-fifty?” tanya Dayat. Gabriel menghela napas.
“Gue nggak tau harus gimana lagi. Dia pasti ngejauhin gue.”
“Kalo gue sih maunya dia nolak loe.” ucap Dayat. Gabriel langsung melihatnya sinis. “Ya.. biar uang gue balik, gitu.”
“Ini bukan soal uang, gue bener-bener pingin tau jawaban dia.”
“Kenapa? Loe takut dia ilfeel sama loe?” tanya Dayat.
“Iya.”
“Loe takut dia ngejauhin loe?”
“Iya..”
“Loe takut dia nolak loe?”
“Iya!”
“Loe takut nggak bisa ketemu lagi sama dia?”
“Iya!!”
“Loe takut kehilangan dia?”
“Iya!!!”
“Loe takut jatuh cinta sama dia?”
“Emang gue.. apa?!” Gabriel tersadar. Dayat senyam-senyum. Rio cuma meliriknya sambil diam.
“Loe udah suka beneran sama dia, kan? Loe lebih takut mikirin jawaban dia dari pada kalah taruhan, itu karna loe berharap dia bener-bener jadi milik loe.”
“Ap.. tau ah! Kepala gue pusing!” Gabriel pergi meninggalkan mereka berdua.
“Kayaknya rencana kita sukses, nih.” Dayat tersenyum.
“Rencana loe, bukan gue.” kata Rio datar.
“Jadi loe masih bingung?” tanya Rahmi. Agni mengangguk. Agni sudah menceritakan semua kebingungannya pada Rahmi. Disaat seperti ini, Rahmi-lah orang yang paling tepat untuk diajak bicara. Agni nggak mungkin ngomong sama Cakka karna Cakka pasti nggak setuju. Mereka ada di kamar Rahmi sekarang.
“Keputusan ada di tangan loe, karna emang loe yang ngerasain semua. Gue cuma mau kasih masukan aja, loe sama Gabriel kan beda keyakinan dan loe berdua pasti tau itu. Biasanya dalam hubungan beda keyakinan cobaannya lebih berat. Ada aja pihak yang nggak setuju sama hubungan kalian. Jadi kalo loe yakin mau sama dia, gue minta loe hati-hati dan sabar ngadepin semuanya.” kata Rahmi memberi nasihat. Agni mengangguk.
“Thanks, ya.”
***
Sudah 3 hari Gabriel nggak ketemu sama Agni. Jadwal belajar mereka berbeda, jadi nggak bakal ketemu pas KBM. Waktu latihan makin ketat karna acaranya sebentar lagi, otomatis mereka nggak bisa ketemu. Tiap Gabriel mampir ke hall setelah latihan, selalu sepi. Nggak ada satu orang pun disana. Gabriel makin putus asa, dia udah kangen banget sama Agni. Dia bertekad akan bicara dengan Agni begitu ketemu. Nggak peduli apa jawabannya, Gabriel cuma mau hubungan mereka kembali kayak dulu lagi.
Latihan hari ini selesai lebih cepat karna pelatih mereka sakit. Jadi mereka cuma berlatih 2 kali. Saat mau pulang, Gabriel dipanggil oleh uncle Joe.
“Gabriel! Udah selesai latihan?”
“Iya, om Duta sakit.” jawabnya pelan.
“Kalo gitu mau bantuin uncle? Kita butuh tambahan tangan buat dekorasi panggung.”
“Boleh.” katanya. Gabriel mengikuti uncle Joe menuju hall yang akan disulap jadi medan pertunjukkan. Saat sedang mengecat salah satu dinding, Gabriel medengar suara indah yang dirindukannya. DEG! Seketika jantungnya berdetak kencang. Itu Agni! Agni yang sedang latihan bersama kak Uci. Gabriel terus memandangi Agni dengan harapan Agni akan membalasnya. Tapi sia-sia, sampai latihan berakhir, tidak sedikitpun Agni melihatnya. Gabriel membulatkan tekad, dia nggak akan ngebiarin Agni pergi lagi kali ini!
Agni meminum airnya. Capek banget, tenggorokannya kering. Di pikirannya masih terbayang kejadian di hall tadi. Gabriel terus menatapnya, bukannya mau menghindar, tapi dia belum siap. Belum siap nerima reaksi Gabriel nanti. Agni menghela napas, dia berbalik untuk pulang.
“Agni..”
“Waaa..!!!” teriaknya. Jantungnya serasa mau copot! “Nggak bisa biasa aja, ya? Kaget tau!”
“Sori, gue nggak bermaksud ngagetin loe.” katanya pelan. Agni masih mengatur napasnya. Jantungnya berdetak kencang melihat sosok di depannya, sosok yang dulu pernah mengisi hari-harinya.
“Ke.. kenapa?” tanya Agni salting.
“Gabriel nembak loe, kan?” tanyanya.
“Iya.. emang kenapa?”
“Gue mau loe nolak dia.” katanya langsung. Agni kaget mendengar kata-katanya.
“Maksud loe? Kenapa gue harus nolak dia?”
“Niat dia jelek, dia cuma manfaatin loe doang. Gue mau loe balik sama gue.” katanya sambil mencengkram bahu Agni. Agni tercengang.
“Tunggu dulu, loe mau balik sama gue? Jangan bercanda, kita aja nggak pernah jadian! Mendingan loe ngaca dulu, kemana aja loe selama ini?! Loe bilang suka sama gue, loe bilang sayang sama gue, tapi apa?! Tiba-tiba loe ngilang gitu aja! Ninggalin gue sebelum gue jawab pertanyaan loe! Sebelum gue bilang perasaan gue! Loe udah ngegantung perasaan gue selama ini, loe tau gimana sakitnya?! Sekarang ada orang yang mau jadi pacar gue dan loe nyuruh gue nolak dia?! Pake dong otak loe!” Agni mendorongnya dan melangkah pergi.
***
“Berrrrrhaasiiiilllllll!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Gabriel masuk ke ruang OSIS dengan muka sumringah. Dayat dan Rio yang lagi sibuk memandangnya keheranan.
“Kenapa loe? Girang amat.” kata Dayat.
“Tau, kayak dapet uang 1 milyar aja.” sambung Rio. Gabriel masih senyam-senyum dan merangkul mereka.
“Ini lebih berharga dari duit 1 milyar, bro!”
“Apaan?” tanya Dayat.
“Tebak sendiri.” kata Gabriel.
“Males, ah. Gue lagi sibuk.” mereka nyuekin Gabriel dan kembali ke perkerjaan masing-masing.
“Eh, eh, jangan gitu dong! Tega banget loe sama gue!”
“Trus apaan?”
“Tau, ngomong aja langsung.” Rio nyahut. Gabriel senyum lagi.
“Gue udah jadian sama Agni!!” katanya girang. Dayat dan Rio melongo.
“Serius loe?????!!” kata Dayat.
“Haha! Makanya jangan remehin gue dulu! Terbukti kan gue bisa jawab tantangan kalian!” Gabriel tertawa.
“Loe serius? Dia bener-bener nerima loe?” tanya Dayat nggak percaya.
“Ya iyalaahh... ngapain juga gue boong?” kata Gabriel. Rio langsung bangkit dan keluar ruangan.
“Kenapa sih, tuh orang?” tanya Gabriel.
“Nggak usah dipikirin.” Dayat memandang kepergian Rio.
“Agni!” panggil Cakka. Agni yang baru selesai latihan di panggung menengok dan menghampiri Cakka.
“Gimana akting gue? Bagus nggak?”
“Sebenernya sih, masih kurang.”
“Kurang apaan?”
“Kurang panjang ceritanya!” Cakka tertawa. Agni mencubit pinggang Cakka.
“Yang bener, dong!”
“Iya, iya. Loe bagus, kok. Tapi katanya ada adegan loe nyanyi di bulan, ya? Kok tadi nggak ada?”
“Iya, rencananya nanti ada bulan digantung, di bawahnya ada sungai gitu. Nah, Alice nyanyi sambil duduk di bulan.” jelas Agni.
“Nggak bahaya, tuh? Nanti kalo talinya putus, gimana?”
“Makanya jangan didoain putus, dong! Lumayan tinggi sih, waktu pertama nyoba juga takut jatoh. Tapi aman, kok.”
“Bagus deh kalo gitu. Oiya, hari Minggu nanti..”
“Agni!” Gabriel memanggil. Agni tersenyum dan langsung menghampiri Gabriel.
“Kamu capek? Aku bawain jus melon, kamu suka kan?” Gabriel memberikan jus ke Agni.
“Makasih, kak.”
“Maaf tadi nggak bisa liat latihan kamu.”
“Nggak apa-apa, kan kakak juga latihan. Nanti mau bawain lagu apa?”
“Lagunya dewa, ‘perempuan paling cantik..’ sama ‘laskar pelangi’.”
“Tampil sama Divo Idola, kan? Siapa aja sih orangnya? Kok Agni nggak pernah hafal, ya?”
“Ng.. kakak, Debo, Alvin, Rio, Obiet, Patton, Kiki. Kamu udah makan belom? Kakak beliin makan, ya?” Gabriel mengusap rambut Agni. Cakka melihatnya dengan hati panas, serasa dibakar. Tangannya mengepal dan gemetar. Melihat mereka berdua begitu mesra di depannya, rasanya ingin dibunuhnya saja Gabriel agar pergi dari hidupnya.
“Agni! Ngapain loe sama dia?” Cakka menarik Agni dan menatap Gabriel sinis.
“Kenapa, sih? Ada masalah sama gue?” Gabriel menarik kembali Agni.
“Loe nggak berhak deket-deket dia, tau!” Cakka membentak dan menarik Agni. Gabriel tersenyum.
“Sori, tapi gue punya hak buat itu.”
“Maksud loe?” tanya Cakka. Gabriel menarik Agni dan merangkulnya.
“Gue udah resmi jadi cowoknya Agni, jadi mulai sekarang gue yang ngurusin semua keperluan dia. Loe udah nggak dibutuhin lagi disini.” katanya dengan penuh kemenangan. Cakka bagai tersambar petir. Dia hanya mematung dan menatap Agni nggak percaya.
“Loe.. sejak kapan..”
“Kaget? Wajar aja, soalnya loe yang paling ngarepin Agni jadi milik loe. Tapi maaf, gue lebih unggul.” kata Gabriel. Cakka terdiam dan pergi meninggalkan mereka.
“Cak.. Cakka!” Agni mengejar Cakka. Gabriel memegang tangannya.
“Mau ngapain, udah biarin aja dia.”
“Nggak bisa, kak. Biar gimana pun Cakka itu sahabat Agni. Agni nggak bisa ngebiarin dia gitu aja.” Agni melepas tangan Gabriel dan mengejar Cakka. Gabriel mengalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar